Jenis Pendidikan Anak Tunarungu


Tunarungu adalah sebuah istilah yang merujuk pada kondisi ketidak fungsian organ pendengaran atau telinga seseorang. Anak-nak dalam kondisi ini mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada disekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu, yaitu:
1.      Klasifikasi umum
·         Tuli (The deaf), yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
·         Kurang dengar (Hard of Hearing), yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20-90 dB.
2.      Klasifikasi Khusus
·         Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25-45 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf ringan, dimana anak dalam tahap ini mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk dibagian depan, dekat dengan guru.
·         Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana anak dalam tahap ini hanya dapat mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapat mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid, dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
·         Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71-90 dB. Dimana anak dalam tahap ini mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan katagori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan bicaranya.
·         Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu katagori ini lebih mengandalkan kemampual visual atau penglihatannya.
Lingkup Pengembangan Program Pendidikan bagi individu Tunarungu
TKLB/TKKh Tunarungu Tingkat Rendah : ditekankan pada pengembangan kemampuan senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara dan berbahasa.
SDLB/SDKh Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang akademik dan keterampilan sosial.
SLTPLB/SMPKh Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional.
SMLB/SMAKh Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Dalam pelaksanaan SLB sendiri juga diatur dalam Landasan Yuridis.
Landasan Yuridis yang diterapkan pada SLB B sama seperti sekolah pada umumnya yang mengacu pada perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan anak bangsa. Hak-hak yang dimiliki anak berkebutuhan khusus berdasar pada landasan yuridis formal, meliputi:
a)      UUD 1945 (Amandemen).
b)      UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c)      UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
d)     UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
e)      PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
f)       Deklarasi Bandung tahun 2004 “ Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”
g)      Deklarasi Salamanca, dsb.
Tujuan penyelenggaraan Layanan Pendidikan bagi Anak Tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Agar dapat mewujudkan penyelenggaraan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, khususnya bagi anak Tunarungu seoptimal mungkin dan dapat melayani pendidikan bagi anak didik dengan segala kekurangan ataupun kelainan yang diderita sehingga anak-anak tersebut dapat menerima keadaan dirinya dan menyadari bahwa ketunaannya tidak menjadi hambatan untuk belajar dan bekerja, memiliki sifat dasar sebagai warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlakukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat serta dapat menolong diri sendiri dan mengembangan diri sesuai dengan azas pendidikan seumur hidup.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara pendidikan khusus (tunarungu) adalah:
Turut melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak usia sekolah.
Peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di Indonesia.
Penyelenggaraan fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap keperluan anak tunarungu.
Memiliki pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang isi bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
Mengarahkan dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya.
Membantu dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan, keahlian, kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yangh sesuai denan jenis dan tingkat ketunaan yang disandangnya.

a. Karakteristik
Faktor edukasi harus menjadi titik tolak perencanaan bentuk sekolah harus diciptakan dalam hubungan yang harmonis dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan potensi anak tuna rungu semaksimal mungkin termasuk didalamnya beberapa persyaratan paedagogis yang bersifat umum dan khusus antara lain:
Suasana yang tentram
Tanah yang disediakan selain untuk membangun juga cocok bagi latihan berkebun, beternak dan sebagainya.
Adanya fasilitas air, listrik yang dapat menjadi penunjang sarana pendidikan.
Tata Letak Ruang
1. Ruang-ruang di sekolah
Ruang kelas biasa. Bangunan dan ruang kelas untuk anak tunarungu dan anak normal pada umumnya tidak berbeda dengan sekolah umum yaitu bangunan harus kokoh, udara harus cukup untuk anak dan selalu segar karena ventilasi yang sempurna, dinding dan lantai harus kering tidak boleh lembab, penerangan harus cukup dan cahaya dari luar hendaknya datang dari sebelah kiri anak. Persyaratan mengenai papan tulis dan bentuk bangku yang tidak membahayakan kesehatan anak.
Ruang latihan bicara dan ruang audiometri sebaiknya agar tidak terganggu oleh anak-anak lain, pelajaran latihan bicara diberikan dalam suatu ruang khusus, cukup untuk 1 guru 2 anak dan alat-alat yang diperlukan. Jika ruangan latihan bicara sekaligus dipakai untuk latihan mendengar dengan menggunakan alat pembantu dengar, sebaiknya dinding ruang diberi atau berlapis dengan semacam gabus peredap suara.
Ruang Audiometri. Ruang untuk keperluan meneliti dan mengukur (sisa) pendengaran dengan audimeter, merupakan ruang khusus yang letaknya sejauh mungkin dari sumber kegaduhan. Ruang itu dibuat kedap suara; sedemikian sehingga seberapa boleh tidak ada suara dapat masuk. Dinding dibagian dalam sebaiknya terdiri atau dilapisi bahan peredap suara.
3. Sarana Pendidikan                                                  
a. Alat Pendidikan Khusus
Berhubung dengan ketulian yang dideritanya, maka sangat diperlukan alat-alat bantu khusus meningkatkan potensinya, yang masih dapat diperbaiki dan dikembangkan terutama masalah komunikasi baik dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak tunarungu antara lain:
1) Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak.
2) Alat bantu mendengar (hearing aid)
Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan tersebut dapat diberikan secara individual atau secara kelompok.
3) Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh ucapan dengan artikulasi yang baik diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan cermin kita dapat menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat. Dengan bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal dan kata-kata atau kalimat dengan baik.
3) Alat bantu wicara (speech trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri dari amplifaer, head phone dan mickrophone. Gunanya untuk memberikan latihan bicara individual. Bagi yang masih mempunyai sisa pendengaran cukup banyak akan sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi yang sisa pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan irama.

b. Alat Peraga
Untuk memperkaya perbendaharaan bahasa anak hendaknya jangan dilupakan alat-alat peraga yang meningkatkan kemampuan nya dalam mengenali hal .
Kurikulum Pendidikan Khusus Anak Tunarungu
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang disebabkan karena ketunarunguannya yang berakibat ia tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti halnya anak dengar lainnya, maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak tunarungu harus dilandasi pada kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan konsep Language Across the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi bahwa tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan keterampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari Language Across the Curricullum itu adalah sebuah metode pembelajaran yang senantiasa disajikan melalui konteks kebahasaan melalui percakapan, yang tahapannya dari mulai penguasaan bahasa, aturan bahasa, hingga ke pengetahuan umum.Untuk itu perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.
Kurikulum yang berlaku di pendidikan khusus untuk anak tunarungu masih menggunakan Kurikulum 1994, sedangkan wacana yang berkembang sekarang ini kurikulum yang berbasis kompetensi sehingga mengarah pada skill dan keterampilan masing-masing peserta didik sesuai dengan kekhususannya. Secara proporsional kurikulum pada SMPKh menitikberatkan pada program keterampilan 42% dan SMAKh menitikberatkan pada program keterampilan 62%. Pelaksanaannya di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana sekolah tersebut berada dan hal ini pun masih harus disesuaikan dengan keberadaan situasi dan kondisi lingkungan daerah masing-masing. Sebagai contoh:
Sekolah yang berada di lingkungan pantai, maka kurikulum muatan lokalnya antara lain pengolahan hasil laut, atau keterampilan yang menunjang perangkat nelayan, misalnya merajut jaring, jala dan sebagainya;
Sedangkan untuk sekolah yang berada pada daerah pegunungan atau dataran rendah dapat menerapkan keterampilan pertanian, perikanan darat, keterampilan menganyam dan sebagainya.
Sekolah yang berada di perkotaan dapat menerapkan keterampilan otomotif, percetakan,sablon,mengukir,membatik.
Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program danPengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.

Jenis Pendidikan Anak Tunanetra


ALAT PENDIDIKAN

1. Bagi Tunanetra Total
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan baik sebagian maupun keseluruhan. Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.

a. Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain:
1) reglet dan pena,
2) mesin tik Braille,
3) computer dengan program Braille,
4) printer Braille,
5) abacus,
6) calculator bicara,
7) kertas braille,
8) penggaris Braille,
9) kompas bicara.

b. Alat Bantu
Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi perabaan dan pendengaran.
Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku dengan huruf Braille.
Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books (buku bicara), kaset (suara binatang), CD, kamus bicara

c. Alat Peraga.
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan, dll.
gambar timbul sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll.
Gambar timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll.
Peta timbul; provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.
Globe timbul
Papan baca
Papan paku

2. Bagi Low Vision
Alat bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision dibagi tiga yaitu alat bantu optik dan non optik serta alat peraga.

a. Alat bantu optik antara lain:
1) kacamata
2) kacamata perbesaran
3) syand magnifier
4) hand magnifier
5) kombinasi
6) telescop
7) CCTV
b. Alat bantu non optik antara lain:
1) kertas bergaris tebal
2) spidol
3) spidol hitam
4) pensil hitam tebal
5) buku-buku dengan huruf yang diperbesar
6) penyangga buku
7) lampu meja
8) typoscope
9) tape recorder
10) bingkai untuk menulis

c. Alat peraga bagi anak low vision:
Alat peraga bagi anak low vision adalah alat peraga visual, antara lain:
gambar-gambar yang diperbesar.
benda asli; makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
benda asli yang diawetkan; binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan.

TENAGA KEPENDIDIKAN
Tenaga kependidikan yang dibutuhkan antara lain:
1. Guru  dengan kualifikasi:
SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa)
Sarjana (S-1) PLB
Pasca Sarjana (S-2) PLB
Sarjana (S-1) bukan PLB tetapi memiliki latar belakang keahlian tertentu/khusus yang dibutuhkan anak tunanetra, seperti; Pendidikan Agama, Musik, Massage, dll.
Guru sekolah umum yang diberi training minimal 6 bulan
2. Psikolog
Psikolog diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan intelegensi anak tunanetra. Disamping itu membantu guru dalam assessment. Tujuan assessment adalah untuk mengetahui sejauhmana potensi dan kekurangan/hambatan yang dimiliki anak tunanetra, sehingga dapat diketahui apa kebutuhan anak tunanetra dalam proses pembelajaran.
3. Dokter mata
Rekomendasi dari dokter mata sangatlah diperlukan bagi lembaga penyelenggara pendidikan tunanetra. Seorang dokter mata memiliki kewenangan untuk menentukan bahwa seseorang memiliki hambatan dalam penglihatan.
4. Optometris
Kemampuan penglihatan anak tunanetra dapat dikatehui salah satunya dari hasil assessment klinis yang dilakukan oleh seorang optometris. Kondisi anak tunanetra dapat diketahui melalui laporan hasil assessment, misalnya:
a. Ketajaman penglihatan
b. lapang pandang
c. kebutuhan media baca tulis
d. alat bantu yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan anak
e. alat peraga yang dibutuhkan
f. penempatan di dalam kelas

 LAYANAN PENDIDIKAN
1. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan bagi anak tunanetra terdiri dari:

a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)
Program Kegiatan Belajar:
(a) Program umum: pembentukan perilaku melalui pengembangan Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan dan jasmani.
(b) Program khusus: Orientasi dan Mobilitas.
Susunan Program Pengajaran:
• Kegiatan belajar 3 jam perhari. Setiap jam pelajaran lamanya 30 menit.
Lama Pendidikan: berlangsung selama satu sampai tiga tahun
Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun
Rasio guru dan murid: 1 guru membimbing 5 peserta didik.
Sistem guru:
(a) Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan Orientasi dan Mobilitas.
(b) Team teaching

b. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
1) Kurikulum:
Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian, pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille
Program Muatan Lokal antara lain: bahasa Daerah, bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
2) Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun.
4) Usia: sekurang-kurangnya berusia 6 tahun
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru:
(a) Guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas, pendidikan Agama, pendidikan jasmani dan Kesehatan.
(b) Team teaching
(c) Mengembangkan program pendidkan individual bagi siswa tunanetra yang membutuhkan layanan tertentu.

c. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
1) Kurikulum:
Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan Kesehatann bahasa Inggris.
Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille.
Program Muatan Lokal: bahasa Daerah, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum, program khusus dan muatan lokal kurang lebih 48%, sedangkan alokasi waktu program pilihan kurang lebih 52%.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4) Siswa: telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang
sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru: Guru mata pelajaran

d. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB)
1) Kurikulum:
Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan Kesehatan Bahasa Inggris.
Program Khusus: Braille
Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit.
Alokasi waktu program umum kurang lebih 38%, sedangkan alokasi waktu program plihan kurang lebih 62%.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4) Siswa: telah tamat Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru: Guru mata pelajaran
3. Model Pendidikan
a. Pendidikan Khusus (SLB)
SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
1) Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang hanya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
b. Pendidikan Terpadu
Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan (Kepmendikbud No. 002/U/1986).
Dalam pendidikan terpadu harus disiapkan:
1) Seorang guru Pembimbing Khusus (Guru PLB)
2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa:
(a) bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga,
(b) pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran,
(c) rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
c. Guru Kunjung
Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model Guru Kunjung.
Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tsb tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti:
1) Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas
2) Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh
3) Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan.
4) Menderita penyakit yang berkepanjangan
5) Dll.
Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa dilaksanakan di beberapa tempat, diantaranya;
1) Rumah anak tunanetra sendiri
2) Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak tunanetra
3) Rumah sakit
4) Dll.
Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
d. Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik.
Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama. Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan:
Kebutuhan dan kemampuan siswa
Satu sekolah untuk semua
Tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa
Pembelajaran didasarkan kepada hasil assessment
Tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman.
Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
Dari program kegiatan yang telah dijelaskan di atas sesuai dengan tingkatannya, masih ada program kegiatan belajar yang belum dijalankan karena mungkin ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti :
·         Kurangnya dana pemerintahan sekolah
·         Minimnya peralatan sekolah
·         Kurangnya tenaga pengajar yang berpengalam dll

Metode Pembelajaran Anak Tunagrahita

Tunagrahita

Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Retardasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yng ditandai dengan lemahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Ciri utama retardasi mental adalah lemahnya fungsi intelektual. Selain intelegensinya rendah anak retardasi mental juga sulit menyesuaikan diri dan berkembang. Sebelum muncul tes formal untuk menilai kecerdasan, orang reterdasi mental di anggap sebagai orang yang tidak dapat menguasai keahlian yang sesuai dengan umurnya dan tidak merawat dirinya sendiri.
Retardasi mental dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe :

1. Retardasi mental ringan ( IQ 55-70)

Individu dengan retardasi mental ringan dapat mengembangkan kemampuan akademiknya hingga kelas 5 atau 6 sekolah dasar.

2. Retardasi mental moderat ( IQ 40-54 )


Individu dengan kategori retardasi mental moderat dapat mengembangan keahlian seperti merawat diri, pertahanan diri dan sebagainya. Dapat berkembang hingga kurang lebih umur 7 tahun pada anak normal.

3.  Retardasi mental berat ( IQ 25-39 )
Individu dengan kategori ini sangat membutuhkan bantuan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari.

4.  Retardasi mental parah ( IQ < 25 )
Individu dengan retardasi mental parah memerlukan perawatan yang lebih lanjut.

            Dalam Sekolah Luar Biasa khusunnya SLB-C untuk tunagrahita anak-anak dengan retardasi mental dapat digolongkan  menjadi dua tipe :

1.      Educabel
pada kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dimasukkan pada sekolah SLB-C.

2.      Trainable
Kategori Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri, cara makan, minum, dan mandi, dan dapat juga dilatih untuk berkerja agar dapat mencari nafkah sendiri nantinya. Sekolah Luar biasa untuk kategori ini adalah SLB-C1.

B.   Rancangan Sekolah untuk Anak Tunagrahita

Agar anak-anak dengan retardasi mental ini dapat bersekolah dan menerima pendidikan yang baik dan sesuai untuk kebutuhan mereka ada beberapa kategori yang dapat digunakan :

A.   Metode Pengajaran

Tunagrahita ( C )

Untuk anak SLB-C atau mampu didik metode pengajaran yang dapat digunakan adalah metode ceramah oleh guru seperti pada tingkat Sekolah Dasar lainnya. Dalam hal ini guru menerangkan materi yang diajarkan. Setelah itu guru dapat melakukan tanya jawab dengan murid sehingga murid lebih mampu untuk mengerti apa yang diajarkan. Guru juga bisa menggunakan alat peraga untuk beberapa pelajaran agar anak lebih tertarik untuk belajar dan mampu untuk mengingat lebih baik materi pembelajarannya. Setiap minggunya juga dapat dibuat pelaporan kinerja sehingga guru dapat mengetahui perkembangan anak secara baik juga memberikan reward bagi anak yang berkembang dengan baik dan disiplin dalam kelas.

Tunagrahita ( C 1 )

Untuk anak SLB-C1 atau mampu latih metode pengajaran yang dapat digunakan adalah ceramah secara efektif dengan menggunakan kontak mata yang baik, isyarat, juga suara yang jelas. Guru dapat membangun komunikasi yang baik dengan murid sehingga murud merasa nyaman saat belajar. Karena mereka merupakan murid yang mampu didik maka harus disediakan berbagai alat untuk menunjang pembelajaran mereka.

B.   Mekanisme Pengajaran 

Tunagrahita ( C )

Mekanisme pengajaran yang dapat diterapkan bisa sama dengan anak Sekolah Dasar pada umumnya. Bisa digunakan waktu 30-35 menit untuk setiap mata pelajarannya. Yaitu dengan 20 menit ceramah oleh guru dan 10 menit tanya jawab dengan siswa.

Tunagrahita ( C 1 )
Pada kelas ini mekanisme yang digunakan dapat digunakan waktu 120 menit. Dimana 15 menit pertama guru akan memperkenalkan alat, 30 menit selajutnya guru akan memperagakan keterampilan yang akan dilatih. 75 menit kemudian para peserta didik akan memperaktekkan keterampilan tersebut dan dibantu dengan guru.

C.   Managemen Kelas

-          Gaya Penataan Tunagrahita ( C )
Dapat digunakan gaya seminar yaitu gaya susunan kelas dimana sejumlah besar murid duduk berbentuk lingkaran, persegi, atau bentuk U. Pada gaya ini guru akan lebih mudah untuk menjangkau murid-muridnya sehingga guru lebih mudah mengetahui apa yang dilakukan murid dan mengetahui apakah murid sudah mengerti atau tidak.

-          Stategi Umum Tunagrahita ( C )
Dapat digunakan gaya otoritatif yaitu melibatkan murid dalam kerja sama give and take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Sehingga mereka mampu untuk berkerja sama dengan teman, tidak cepat puas, dan berusaha mencapai penghargaan tertinggi.


-          Gaya Penataan Tunagrahita ( C 1 )
Dapat digunakan gaya klaster yaitu gaya susunan kelas dimana sejumlah murid berkerja dalam kelompok kecil. Pada gaya penyusunan kelas ini anak dapat berusaha untuk mengerjakan keterampilan mereka secara bersama-sama. Atau dapat juga digunakan gaya off-set yaitu gaya susunan kelas dimana sejumlah murid duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gaya ini dilakukan apabila guru ingin menguji murid satu per satu dengan keterampilan yang mereka miliki yang membutuhkan konsentrasi sehingga mereka tidak saling mengganggu satu sama lain.

-          Strategi Umum Tunagrahita ( C 1 )
Dapat digunakan gaya otoritatif juga yaitu melibatkan murid dalam kerja sama give and take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Sehingga mereka mampu untuk berkerja sama dengan teman, tidak cepat puas, dan berusaha mencapai penghargaan tertinggi.


D.   Tujuan Pembelajaran C


  • Mengembangkan kemampuan akademik peserta didik secara optimal agar dapat mandiri dalam kehidupan.
  • Menyiapkan peserta didik agar memiliki dasar-dasar kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, serta akhlak yang mulia.
  • Membekali peserta didik untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih lanjut.
  • Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat.


     Tujuan Pembelajaran C 1

  • Mengembangkan non akademik peserta didik secara optimal agar mandiri dapat mandiri dalam kehidupan.
  • Menyiapkan peserta didik agar memiliki keterampilan untuk bekal hidup mandiri.
  • Mempersiapkan peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang trampil.
  • Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat.


E.   Fasilitas C

  • Menyediakan guru-guru yang berkualitas yang mengerti tentang Anak Berkebutuhan Khusus dan memiliki pengalaman yang baik di bidang ini.
  • Menyediakan buku-buku yang berkualitas dan sesuai bagi peserta didik pada tingkatannya masing-masing.
  • Menyediakan ruang kelas yang nyaman dan aman untuk kegiatan belajar mengajar sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik.
  • Menyediakan alat peraga yang menunjang pada kegiatan belajar mengajar.
  • Menyediakan tempat bermain dan taman yang baik dan aman untuk peserta didik.


      Fasilitas C 1

  • Menyediakan guru-guru yang berkualitas yang mengerti tentang Anak Berkebutuhan Khusus dan memiliki pengalaman yang baik di bidang ini.
  • Menyediakan alat dan bahan yang baik dan aman untuk mengembangkan keterampilan peserta didik.
  • Menyediakan ruang kelas yang nyaman dan aman untuk kegiatan belajar mengajar sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik.
  • Menyediakan rak-rak yang tersusun rapi untuk memajang hasil karya peserta didik.
  • Menyediakan tempat bermain dan taman yang baik dan aman untuk peserta didik.


Metode Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu ( B )


A. Metode Pengajaran

            Metode pengajaran yang paing tepat untuk digunakan di sekolah SLB B yang saya miliki adalah TCL (teacher centered learning). Saya memilih menggunakan metode ini karena saya berpikir anak-anak yang memiiki kekurangan mental apabila kita biarkan dan menyuruhnya belajar secara mandiri maka yang terjadi adalah anak tersebut akan bermain-main dengan temannya. Dengan pembelajaran yang berpusat pada guru maka murid yang memiliki kekurangan tadi dapat di bimbing oleh guru dalam melaksanankan pembelajaran di kelas. Selanjutnya guru tinggal focus pada perilaku murid, mengarahkan para murid. Yang dimaksud dengan mengarahkan adalah member pujian kepada anak yang melakukan suatu kebaikan dan melarang murid ketika dia melakukan sesuatu yang buruk.

B. Fasilitas
            Saya akan membuat fasilitas yag sesuai dengan permediknas tahun 2008 tentang sarana dan pra sarana SLB yang berkategori SLB b yaitu:
1.      Ruang bina komunikasi dan persepsi bunyi dan irama
2.      Ruang bina persepsi bunyi dan bicara
3.      Ruang keterampilan
Dan beberapa fasilitas tambahan yang saya sediakan adalah:
1.      Ruang kelas
2.      Gedung sekolah yang dapat digunakan sebagai pusat pembelajaran
Selain itu saya juga akan menyediakan alat bantu yang daoat digunakan anak tuna rungu, seperti:
1.      Audiometer
Alat ini untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran seseorang
2.      Hearing Aids
Alat ini diguakan anak tuna rungu untuk medengar,baik secara individu maupun kelompok
3.      Tape Recorder
Mengontrol hasil ucapan yang direkam
4.      Spatel
Alat bantu untuk membetulkan posisi bicara
5.      Audio Visual
Audio visual seperti film, video, televise.
6.      Cermin
Digunakan sebagai alat bantu dalam mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yag baik.
C. Mekanisme Pembelajaran
            Pada dasarnya pendidikan anak tuna rungu dibagi dua yaitu:
1.      Segregrasi
2.      Integrasi
Sistem segregrasi adalah system pembelajaran yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan anak mendengar normal.sedangkan integrasi adalah system yang memberikan kesempatan pada anak tuna rungu untuk belajar bersama anak normal lainnya. Jadi saya pikir saya lebih menyukai system pembelajaran segregasi. Dan saya akan mengguanakan system tersebut di skolah saya. Karena saya pikir, apabila anak tuan rungu digabungkan dengan anak normal saya takut anak tuanrungu akan di asingkan atau dikucilkan. Sehingga dia akan mengalami tekanan mental dan akan mengakibatkan hal yang buruk terjadi pada perkembangan jiwanya.
Selain di dalam kelas saya juga akan mengajarkan anak-anak tuna rungu dengan menggunakan fasilitas yang ada. Sehingga secara perlahan kemampuan mereka akan meningkat.

D. Tujuan Pembelajaran
            Tujuan dari pembelajaran di sekolah saya adalah:
1.      Membantu anak tuna rungu dalam mengembangkan kemampuan mereka
2.      Membantu tuna rungu agar tidak tertinggal
3.      Memberi mereka kesempatan dalam berkarya
4.      Membantu memulihkan pendengaran mereka menggunakan fasilitas yang ada
5.      Memberi tahu mereka bahwa mereka tidak sendiri dan mereka memiliki teman
6.      Mengajarkan mereka tentang kehidupan
7.      Memberi mereka pengetahuan yang dapat digunakan untuk masa depan mereka
8.      Memotivasi mereka agar selalu bersemangat dalam menjalani hidup

E. Manajemen Kelas
            Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles,2002;Everstone, Emmer, & Worsham, 2003). Jadi saya akan menggunakan manajemen kelas yang se efektif mungkin, mungin dengan cara memperkejakan seorang guru yang membimbing dan menata kegiatan kelas bukan guru yang hanya menekankan pada disiplin. Dan untuk selanjutnya saya akan mendesain lingkungan fisik kelas. Ada beberapa hal yang akan saya perhatikan dalam mendesain lingkingan fisik kelas, yaitu:
1.      Mengurangi kepadatan di tempat lalu lalang
2.      Memastikan guru dapat mlihat semua murid
3.      Materi pengajaran dan pembelajaran murid mudah di akses
4.      Murid harus bisa melihat guru yang menjelaskan pelajaran di depan kelas
Dan gaya penataan kelas yang saya gunakan di dalam kelas adalah gaya auditorium. Saya  memilih gaya ini karena penataan ini membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak kemana saja. Ini akan membantu guru dalam mengawasi  seluru kelas. Dan untuk selanjutnya saya akan berusaha menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran. Caranya adalah saya akan menjelaskan beberapa hal kepada murid sebelum pelajaran di mulai, yaitu:
1.      Mengajarkan aturan dan prosedur
2.      Menjalin hubungan yang positif dengan murid
3.      Mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab
4.      Memberi hadiah pada perilaku yang tepat

F. kesimpulan
            Apabila kita ingin membuka SLB yang berkategori B harus ada beberapa hal yang harus dipenuhi. kita tidak boleh begitu saja membuka sekolah tanpa mengikuti aturan yang ada. Sarana dan prasarana harus lah memenuhi standar yang ada. Di dalam proses pembelajaran fasilitaas yang disediakan sekolah merupakan hal sangat penting dalam proses pembelajaran. Menajemen yang baik dalam kelas akan memaksimalkan proses pembelajaran.

Metode Pengajaran Sekolah untuk Anak Tunanetra



A.   Metode Pengajaran

1.      Metode Ceramah

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar penyampaian materi dari guru.

2.      Metode Tanya Jawab

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran.

3.      Metode Diskusi
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi kemampuan daya pikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan.

4.      Metode Sorogan

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauh mana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.

5.      Metode Bandongan

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra Inti karena guru memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara perorangan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode sorogan.Tunanetra dapat mengikuti metode ini, karena metode ini dapat diikuti dengan tanpa menggunakan indera penglihatan.

6.      Metode Drill

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra jika materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.


B.   Fasilitas

Alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder. Guru yang mengajar di sekolah tersebut juga merupakan guru yang telah diberikan pelatihan khusus untuk menangani anak tunanetra.

C.   Mekanisme Pengajaran

Waktu belajar yang diterapkan dalam 1 mata pelajaran adalah 40 menit dan waktu istirahat selama 15 menit.

D.   Tujuan pembelajaran

·         Menjadikan murid lebih terampil dalam membuat sesuatu.
·         Menjadikan murid lebih mandiri dalam menghadapi suatu permasalahan.
·         Diharapkan murid lebih dapat bersosialisasi terhadap lingkungan di sekitarnya.



E.   Manajemen kelas

Gaya penataan kelas yang digunakan dalam sekolah ini adalah gaya seminar atau bentuk U karena guru dapat duduk di tengah-tengah murid dan dapat berinteraksi langsung dengan murid dengan cara duduk berhadapan dengan murid. Gaya manajemen kelas yang diterapkan adalah gaya manajemen kelas otoritatif karena gurulah yang mengontrol langsung materi yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar dan perilaku murid.